OM SWASTIASTU,
YANG KAMI SUCIKAN PARA PINANDITA,
YANG KAMI HORMATI KETUA PHDI TANGSEL,
KETUA BPH BANTEN,
KETUA PRAJANITHI BANTEN, KETUA BANJAR
DAN PARA MANGGALA BANJAR,
SERTA ANAK2 MUDA DAN UMMAT SEDHARMA,
Pujastuti angayubagia kami haturkan kehadapan Ida Sang
Hyang Widi Wasa/Sesuhunan sane melinggih ring Pura Mertasari, pada hari Tilem
Sasih Kawulu ini kita dapat melakukan persembahyangan bersama, untuk memohon
keselamatan, kesehatan, kesuksesan dan kebahagiaan.
Dalam kesempatan ini, saya ditugaskan PHDI
Tangsel untuk sharing mengisi waktu saat
Nunas Tirta, dengan materi PERANAN WANITA DALAM HINDU.
Kata Wanita berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
SVANITA yang SVA artinya sendiri dan
NITTA artinya Suci.
Kedudukan wanita dalam Hindu merupakan bagian yang
sangat penting dan tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat.
Walaupun dalam perkembangan sejarah kita mengetahui
bahwa Wanita kurang mendapat penghargaan yang layak, karena kurangnya pemahaman
kedudukan seorang wanita.
Coba kita ingat dalam kisah Ramayana yaitu Dewi
Sita dan dalam kisah Mahabharata, Dewi Drupadi, menjadi korban keserakahan dan
hawa nafsu.
Dalam perkembangannya sampai sekarang, ternyata masih
kita jumpai sejumlah kasus wanita Hindu kurang mendapatkan perlakuan yang layak
dan adil. Sebagai contoh wanita yang
menikah dengan laki-laki Wangsa yang berbeda. Demikian juga dalam perceraian
wanita di Bali tidak mendapat hak waris.
Penghargaan kepada wanita, istri atau puteri
sesungguhnya demikian tinggi, sesuai dengan yang tersurat dan tersirat dalam
kitab suci Weda dan susastra Hindu lainnya. Bila terjadi pelecehan terhadap
wanita, sesungguhnya pelakunya tidak memahami tentang kedudukan wanita dalam
agama Hindu.
Banyak tokoh-tokoh wanita disebutkan dalam Weda dan
Susastra Hindu bahwa mereka dihormati karena kesucian, kecerdasan dan
kepemimpinannya.
Dalam kitab Itihasa dan Purana dalam cerita Ramayana,
kita ketahui salah satu wanita yang bernama Trijata yang sangat telaten melayani
dan melindungi Dewi Sita dari tipu muslihat Rahwana. Demikian juga dalam
Mahabharata, yaitu Dewi Kunti , merupakan wanita yang sangat setia dan pantang
menyerah dalam menghadapi godaan dunia serta mempertahankan harga diri demi
sebuah kebenaran.
Dalam Weda antara lain disebutkan bahwa seorang gadis
hendaknya suci, berbudi luhur dan berpengetahuan tinggi.
Seorang istri dituntut untuk percaya kepada suami,
karena dengan kepercayaannya itu (atau disebut Patibrata), maka seorang istri
dan keluarga akan memperoleh kebahagiaan (Dalam Atharwaweda XIV.1.42).
Lebih jauh dapat saya katakan bahwa keutamaan seorang
wanita memiliki sifat inovatif, cemerlang, percaya diri dan memberi kemakmuran.
Dalam Weda, tidak ditemukan adanya diskriminasi
antara seorang wanita dengan laki-laki.
Wanita tanpa dilindungi laki-laki akan jatuh ke dalam
kesesatan. Demikian juga keharmonisan pria dan wanita hendaknya terjalin
interaksi dan kerjasama yang baik tanpa melihat kelemahan masing-masing, karena
wanita memiliki tingkatan derajat yang sama dengan laki-laki (gender).
Saya ingin menggarisbawahi dari berbagai sastra Hindu
yang tertuang dalam Weda menyebutkan bahwa persepsi masyarakat Hindu tentang
wanita adalah sama-sama mulia, sama-sama memiliki potensi dan fungsi sesuai
dengan kodrat dan tanggung jawabnya masing-masing. Artinya, seorang wanita bila
mampu mengembangkan potensinya dengan baik, mampu melaksanakan swadharmanya
dengan baik, maka wanita benar-benar mendapatkan penghargaan yang sangat mulia.
Wanita sangat diperhatikan sebagai penerus keturunan
dan sekaligus sarana terwujudnya Punarbhawa atau re-inkarnasi, sebagai salah
satu Srada atau kepercayaan Hindu.
Dalam kitab suci Bhagawadgita, disebutkan bahwa wanita
termasuk kelompok manusia Daivi Sampat atau kecenderungan mempunyai sifat
kedewataan.
Salah satu sloka Bhagawadgita XVI-13 menyebutkan:
Wanita itu Tak Gentar, suci hati,, memiliki ilmu pengetahuan, menguasai indria,
berupacara, hidup sederhana dan berbuat jujur.
Dalam Hindu ada lima wanita yang disebut wanita mulia
yang dijadikan mantram saat kehamilan yaitu Dewi Drupadi, Dewi Ahalya, Dewi
Sita, Dewi Tara dan Dewi Mandodari.
Ucapan “Sorga ada di telapak kaki Ibu (wanita)”
bukanlah suatu slogan yang kosong, karena ditulis dalam Manawa Dharmasastra
III.56 yaitu: dimana wanita dihormati di sanalah para Dewa senang dan
melimpahkan anugerahnya. Dimana wanita tidak dihormati, tidak ada upacara suci
apapun yang memberikan pahala mulia.
Sifat-sifat wanita yang patut ditumbuhkembangkan
adalah yang menjalankan Dharma sebagai ibu Pertiwi yang sopan, cerdas, mandiri,
percaya diri dan sebagai pengayom keluarga dan lingkungannya.
Dalam Padma Purana disebutkan bahwa Dewa Brahma
membagi setengah dirinya dalam menciptakan Dewi Saraswati. Bukan hanya setengah
badan, tetapi juga adalah setengah jiwanya. Hal inilah yang dimaksudkan konsep
Ardanariswari dalam Hindu.
Ardha artinya setengah belahan yang sama, nara artinya
lelaki, Iswari artinya Wanita. Jadi, Wanita dalam teologi Hindu bukanlah
merupakan serbitan kecil dari personafikasi lelaki, tetapi merupakan suatu
bagian yang sama besar, sama kuat, sama menentukan dalam perwujudan kehidupan
yang utuh.
Makna simbolis dari konsep Ardhanareswari, menunjukkan
kedudukan dan peranan wanita setara dan saling melengkapi dengan laki-laki,
yang disebut dengan gender. Tidak ada alasan dan argumen teologis yang menyatakan
bahwa kedudukan wanita berada di bawah lelaki.
Itulah sebabnya dalam berbagai sloka Hindu dapat
ditemukan aspek yang menguatkan kedudukan wanita diantara lelaki.
Wanita adalah ciptaan Tuhan dalam fungsinya sebagai Predana
yang disimbolkan dengan Yoni, sumber kesuburan dan kearifan. Laki-laki ciptaan
Tuhan dalam fungsi sebagai purusa, dengan simbol lingga. Oleh karena wanita
juga, maka berbagai bentuk persembahan akan terlaksana, karena wanita juga
mampu memberi ketenangan dan ketenteraman.
Oleh karena itu, orang yang ingin sejahtera seyogyanya
menghormati wanita.
Berdasarkan uraian di atas, sebenarnya bila kita
mengkaji melalui pendekatan historis melalui kitab suci Weda dan susastra
Hindu, maka kedudukan wanita sangat terhormat, sejajar dengan kedudukan
laki-laki dan bila mampu mengembangkan potensi dan swadharmanya dengan baik, Ia
sangat disegani oleh masyarakat.
Terjadinya pelecehan terhadap wanita sebenarnya karena
pemahaman yang dangkal terhadap ajaran agama Hindu serta didukung pula oleh
dampak perkembangan agama Hindu di masa lalu yang didukung oleh masyarakat
feodal.
Melalui pendidikan yang baik dan benar, khususnya
pendidikan budi pekerti dan nilai-nilai kemanusiaan, pada saatnya pelecehan
wanita tidak akan terjadi lagi. Semoga. Om Tat Astu Swaha.
Demikian sharing yang dapat kami sampaikan.
Klungkung Semara Pura,
Ke Cemagi meli
tipat,
Kirang langkung nunas ampure,
Dumogi bermanfaat.
Om Santih, Santih, Santih, Om.
Dra. Maria Thresia Rika.
Koordinator Bidang Pembinaan Seni Budaya PHDI Tangsel.
Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Sejenak Untuk Berkunjung ke SINAR BANTEN , Semoga Bisa Bermanfaat Untuk Umat Semua Dimanapun Berada .
www.hindubanten.com ConversionConversion EmoticonEmoticon