KONFERENSI PERS PERAYAAN NYEPI TAHUN 2017
HISTORICAL BACKGROUND NYEPI
Latar belakang sejarah Nyepi sesungguhnya berawal dari sejarah kelahiran Tahun Saka yakni tonggak atau babak baru dalam sejarah kehidupan masyarakat Hindu yang bermukim di lembah Sungai Sindu, suatu daerah yang sangat subur dan akhirnya menjadi rebutan antara beberapa suku bangsa yang bermukim di sekitarnya, antara lain Pahlawa, Yuehchi, Yuwana, Malawa dan Saka. Yang lebih tragis, perebutan tersebut sampai menimbulkan peperangan silih berganti dan nyaris tidak kunjung selesai.
Pada tahun 78 Masehi, bangsa yang berkuasa di wilayah tersebut adalah bangsa dari dinasti Kushana dari suku bangsa Yuehchi dengan rajanya bernama Raja Kaniska I. Raja Kaniska I mengubah arah perjuangannya dari dominasi politik dan meliteristik beralih ke sistem sipil yakni membangun kebudayaan dan memperjuangkan kesejahteraan sosial. Komunikasi politik digagas dalam membangun budaya yang lebih menekankan pada toleransi antar suku bangsa yang ada, bersatu padu membangun kehidupan harmonis dan masyarakat sejahtera yang mengutamakan kepentingan bersama (sosial) atau Dharma Siddhi Yatra.
Keberhasilan melakukan perubahan esensial dalam perikehidupan masyarakat ini dijadikan tonggak sejarah bagi peringatan Tahun Baru Saka (Kalender saka secara resmi diberlakukan) bagi kehidupan manusia di jagat raya ini dalam upaya bersama-sama mewujudkan kedamaian. Sejarah penting inilah yang menginspirasi adanya peringatan Hari Raya Nyepi, selaras dengan tujuan perubahan yang dilakukan Raja Kaniska I, termasuk Perayaan Nyepi yang diselenggarakan masyarakat Hindu di Indonesia.
HAKEKAT NYEPI
Pada hakekatnya Nyepi adalah rangkaian upacara dalam rangka peringatan menjelang datangnya Tahun Baru Saka bagi umat Hindu. Peringatan Tahun Baru membawa konsekuensi logis dilaksanakannya evaluasi kehidupan, terhadap kehidupan tahun yang lalu, sehingga jelas tergambar potret kehidupan kita tahun yang telah lewat. Kejelasan gambaran hidup tersebut, memungkinkan kita mencanangkan program/resolusi untuk kehidupan tahun yang akan datang ke arah yang lebih baik, lebih positif dan lebih kondusif, damai dan sejahtera. Inilah satu bukti masyarakat Hindu menerapkan manajemen hidup yang sesungguhnya tidak jauh dari ilmu pengetahuan tentang manajemen kehidupan manusia yang dikembangkan saat ini.
Dalam rangka evaluasi itulah umat Hindu memerlukan suasana hening, sepi, dan tenang untuk melakukan renungan/kilas balik/introspeksi/retrospeksi terhadap kehidupan kita yang telah lewat. Ibarat kita melihat bayangan bulan di tempayan yang berisi air atau pun di laut. Di dalam air yang tenang kita akan menemukan sejatinya bayangan bulan tersebut secara utuh dan sesungguhnya, sebagaimana yang diarahkan oleh pustaka suci Kakawin “Arjuna Wiwaha” berikut ini :
“Sasi wimba haneng gatha mesi banyu/ndan asing suci nirmala mesi wulan/iwa mangkana rakwa kiteng kadadin/ring sang angambeki yoga kiteng sakala”.
Dinyatakan bahwa: hanya dalam kejernihan pikiran, kita akan mampu melihat Tuhan. Kejernihan pikiran itu dapat dicapai melalui Yoga. Demikianlah seorang pendaki spiritual sejati selalu rindu akan puncak keheningan. Ketika berada pada puncak keheningan/sunya tersebut, seseorang akan dapat merasakan kedamaian/keindahan/ spiritualitas/ketuhanan yang sukar dilukiskan dengan pengalaman indrawi.
TUJUAN NYEPI
Secara filosofis intisari dari tujuan Nyepi adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui profile kehidupan kita di tahun yang sudah lewat;
2. Setelah mengetahui bagaimana profile kehidupan kita di masa lalu, kita bisa membuat target kehidupan/resolusi kehidupan kedepannya guna mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik sesuai amanat kehidupan sebagai manusia sebagaimana disuratkan dalam ajaran Sarasamuccaya, berikut:
“Ri sakwening sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken ikang cubhacubhakarma, kuneng panentasakane ring cubhakarma juga ikang acubhakarma phalaning dadi wwang”(Sarasamuccaya sloka 2)
(Di antara semua makhluk hidup yang ada, hanya kelahiran sebagai manusialah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; tugas kita yang paling esensi adalah melebur/merubah perbuatan yang tidak baik menjadi baik/benar, inilah konsekuensi kelahiran sebagai manusia).
RANGKAIAN NYEPI
Terkait dengan Esensi Nyepi yakni melaksanakan evaluasi/kilas balik, introspeksi/retrospeksi tersebut di atas, maka rangkaian penyelenggaraan Nyepi paling tidak dilaksanakan dengan 4 tahapan kegiatan, yang secara keseluruhan saling terkait dan merupakan satu kesatuan utuh, yang mendukung prinsip utama Nyepi. Tahapan yang dimaksud adalah:
1. Melasti/Makiyis: adalah prosesi spiritual keagamaan sebagai upaya penyucian alam semesta dari segala kekotoran dan kejahatan akibat dari perputaran karma selama 1 tahun yang penuh dengan intrik, gejolak, nafsu, dan berbagai sisi negatif kemanusiaan. Penyucian ini tidak berhenti pada tataran alam semesta, tetapi juga pada diri setiap manusia. Jadi setiap orang harus menyucikan diri dan lingkungannya, karena hal tersebut akan mendukung pelaksanaan Nyepi/Hening tersebut. Prosesi ini dilaksanakan seminggu sebelum Nyepi atau maksmial 2 hari sebelum Nyepi.
2. Tawur Kesanga: yang prinsipnya adalah penyelarasan/harmonisasi dari lima unsur alam dan diri manusia (Panca Maha Bhuta). Dengan adanya penyelarasan/harmonisasi itulah maka manusia akan dibantu dengan suasana kondusif untuk melakukan renungan. Tawur Kesanga dilaksanakan sehari sebelum Nyepi tepatnya pada bulan Mati/Tilem sasih Kesanga yang tahun 2017 ini jatuh pada tanggal 27 Maret 2017.
3. Nyepi: setelah dua tahap sebelumnya dilalui, yakni pembersihan dan harmonisasi diri dan lingkungan, maka diharapkan setiap orang akan siap untuk melakukan proses berikutnya yaitu “menyepi” itu sendiri, bagaikan kepompong yang mengisolasi diri. Kegiatan ini merupakan kegiatan utama Nyepi yang intinya merupakan: renungan/kilas balik/evaluasi/introspeksi/retrospeksi. Pada tahun 2017 ini, Hari Raya Nyepi jatuh pada tanggal 28 Maret 2017.
Secara teknis Nyepi ini dilaksanakan dengan melakukan empat disiplin kehidupan (Catur Brata Penyepian), yakni mengendalikan amarah (Amati Geni), menghindari kegiatan fisik (Amati Karya), menghindari bepergian (Amati Lelungaan) dan tidak menikmati hiburan (Amati Lelanguan). Dengan keempat dispilin tersebut maka Suksma(diri sejati manusia) akan bisa fokus dalam keheningan untuk melaksanakan renungan/kilas balik/evaluasi/introspeksi/retrospeksi dimaksud. Inilah satu ciri khas pelaksanaan perayaan tahun baru bagi umat Hindu, bukan dengan beramai-ramai, namun menyepi.
4. Ngembak Geni: merupakan tahapan akhir dari renungan/kilas balik/evaluasi/introspeksi/retrospeksi yang jatuh sehari setelah Nyepi. Pada tahun 2017 ini Ngembak Gni jatuh pada tanggal 29 Maret 2017.
Setelah menjalani kegiatan utama Nyepi diharapkan setiap orang sudah memiliki gambaran profile dari kehidupan masa lalu. Beberapa aspek kelemahan dari kehidupan masa lalu yang berdampak negatif bagi diri sendiri dan pihak lain, pada Ngembak Gni ini dikomunikasikan kepada para pihak dengan jalan memohon maaf (simakrama) dilandasi rasa tulus ikhlas.
Dengan seluruh proses tersebut, selanjutnya diharapkan setiap orang telah berkomitmen untuk menjalani Tahun Baru dengan semangat baru dan dengan berbagai resolusi yang mengarah kepada kehidupan yang lebih baik, lebih positif dan lebih kondusif lagi.
KETUA UMUM PANITIA NASIONAL
PERAYAAN NYEPI SAKA 1939 TH 2017
IRJEN POL Drs KETUT UNTUNG YOGA,SH,MM
Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Sejenak Untuk Berkunjung ke SINAR BANTEN , Semoga Bisa Bermanfaat Untuk Umat Semua Dimanapun Berada .
www.hindubanten.com ConversionConversion EmoticonEmoticon