'Media Informasi Umat Hindu Provinsi Banten

HARI RAYA GALUNGAN


HARI RAYA GALUNGAN SEBAGAI MOMENTUM PENINGKATAN KUALITAS DIRI

Hari ini mayoritas Umat Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Galungan. Hari yang secara tradisional dimaknai sebagai hari kemenangan. Kemenangan dharma atas adharma, atau kebajikan melawan kebathilan. Sebagai sebuah peringatan atas kemenangan,maka sangat wajar akhirnya hari Galungan diberikan predikat sebagai hari raya, yang mengandung makna perayaan terhadap kemenangan. Yang menjadi pertanyaan adalah, kemenangan melawan apa, dan siapakah yang harus dikalahkan?

Berkaitan dengan Hari Raya Galungan, banyak tafsir baik secara mitologi maupun historis. Tafsir mitologi yang sering kita dengarkan adalah tentang Maya Denawa, dan tafsir secara historisnya yaitu kemenangan antara Pandava melawan Kaurava. Tafsir historis yang lainnya adalah perayaan kemenangan Sri Rama yang berhasil membawa kembali Sita Dewi dari cengkeraman Rahwana di Alengka Pura. Kemudian di antara tafsir- tafsir tersebut manakah yang benar?
Sebuah pertanyaan yang wajar, yang biasa ditanyakan oleh orang pencari kebenaran dengan membabi buta,  yang menganggap Agama adalah hitam dan putih, semua harus didasarkan atas fakta empiris.

Bagi saya, agama merupakan jalan hidup. Begitu kita memiliki prinsip itu, maka hal pertama kita sadari adalah harus mengetahui tujuan hidup. Tujuan hidup akan berhasil kita raih dan temukan apabila kita mengenal dan mengikuti "rambu- rambu jalan hidup". Itulah agama, yang memberikan rambu-rambu kehidupan melalui sloka-sloka/ ayat sucinya. Yang jelas kesemuanya harus diterjemahkan, baik secara tekstual maupun konstekstual. Tidak harus membabi buta.

Kembali mengenai Hari Raya Galungan, Sastra Suci kita,khususnya Kek. Ramayana memberi pesan tersurat dan tersirat: " Ragadi musuh maparo, ri hati yo tonggwania tan mafoh ring hawak..." yang artinya: musuh yang sebenarnya adalah terletak di dalam diri, tidak jauh dari diri kita. Selain itu sastra yang lain, yaitu Nitisastra menyebutkan: "Nora na satru manglwihane heleng ri hati", yang secara pemaknaan tidak jauh berbeda dengan tafsir Kek. Ramayana di atas. Pesan tersurat dan tersirat dari Sastra Suci tersebut, ditegaskan lagi oleh Pancamo Veda kita yaitu Bhagavad Gita XVI.21:

Trividham narakaye'dam
dvaram nasanam atmanah
kamah krodhas tatha lobhas
tasmad etat trayam tyajet

Artinya:

Ini pintu gerbang menuju neraka, jalan menuju kehancuran diri ada 3, yaitu kama (keinginan jasmaniah), krodha (kemarahan) dan lobha (ketamakan),  oleh karenanya ketiga-tiganya harus ditinggalkan.

Berkaitan dengan Hari Raya Galungan, secara tradisional diberikan pemaknaan simbolis pada saat 'penampahan'  sehari sebelum Galungan, yaitu dimaksudkan agar kita dapat membunuh sifat kebinatangan (nafsu/ keinginan yang liar, dan keangkara murkaan) sehingga kita benar- benar bisa memahami hakikat kebenaran dengan merayakan Galungan, dan sehari setelah Hari Raya Galungan kita dapat merasakan bagaimana 'Manisnya Galungan'.

Sebagai manusia,kita diberikan manah atau pikiran yang merupakan kelebihan dari makhluk lain, sehingga semestinya kita dapat menjadikan pikiran sebagai alat pengontrol dan pengendali panca indera kita, bukan sebaliknya. Semua yang ada dan yang akan ada bisa menjadi baik,indah dan harmoni berawal dari pikiran, demikian pula sebaliknya akan hancur dan disharmoni juga disebabkan oleh pikiran kita, sehingga semestinya kita mampu mengendalikan pikiran kita agar tidak dikuasai oleh amarah, karena amarahlah yang akan membawa kehancuran. Seperti pesan yang disiratkan oleh Bhagavad Gita II. 63:  

'Krodhah bhavati samohah
samohah smrtivi bramah
smrtibramah budhinaso
budhinasat pranasyati"

Artinya:

Dari kemarahan muncullah kebingungan, dari kebingungan menjadikan hilang ingatan, dan dari hilang ingatan menghancurkan segalanya.

Itulah pesan sesungguhnya dari perayaan Hari Raya Galungan, yakni menjadikan manusia menjadi Manava Madhava, yaitu makhluk yang dapat berpikir bijak dan bajik, bijaksana dan penuh kebajikan sesuai dengan karakter dan sifat Brahman/ 'Daivi Sampad', bukan manusia yang berkecenderungan memiliki sifat angkara murka Para Asura (Manava Danava) atau 'Asuri Sampad'. Dengan kesadaran tersebut, mari bersama- sama turut mewujudkan Umat Hindu yang sejahtera, dengan semangat Satyam (jujur), Sivam (bijak dan bajik) dan Sundaram (indah)

"Selamat Merayakan Hari Kemenangan Galungan, Suro diro Jayaningrat lebur dening pangastuti, Satyam Eva Jayate Namrtam..."


Naskah Oleh Bapak Surono
Previous
Next Post »

Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Sejenak Untuk Berkunjung ke SINAR BANTEN , Semoga Bisa Bermanfaat Untuk Umat Semua Dimanapun Berada .

www.hindubanten.com ConversionConversion EmoticonEmoticon