Oleh: Jero Mangku Danu (I Wayan Sudarma)
Om Swastyastu
“Om Sarasvati Namastubyam Varade kama rupini Vidyarambham
karasyami Siddhir bhavantu me sadha Om Shri Sarasvatyai Namo Namah”
Pendahuluan
Sebelumnya mohon maaf atas keberanian menginterpretasi hari
suci Sarasvati dengan sesuatu yang lebih logika dan jika ada yang tidak
berkenan untuk meluruskannya.
Setiap manusia pada kelahirannya ke dunia selalu ditakdirkan
dalam keadaan bodoh/tidak tahu (Avidya). Namun dengan kebesaran Sang Hyang
Widhi, Beliau menganugerahkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia untuk
merubah, melenyapkan ke-Avidya-an/ kebodohan manusia karena kelahirannya itu
menjadi Vidya (Tahu).
Dengan ilmu pengetahuan itu manusia menjadi cerdas. Dan
kecerdasan itulah yang membuat manusia menjadi bisa mengetahui dan membedakan
mana/apa yang baik dan mana/apa yang buruk atau yang di dalam ajaran Hindu
dikenal dengan istilah Wiweka.
Dengan kemampuan Wiweka yang dimilikinya itu, hendaknya
manusia dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuannya dalam tingkah laku dan
perbuatan/sikap yang bersusila tinggi untuk menghindarkannya dari penderitaan
dan kesengsaraan dalam kehidupannya.
Namun kenyataan yang terjadi tidaklah sepenuhnya demikian.
Berbagai kasus dapat kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari bahwa tidak
semua orang mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sesuai
fungsi dan porsinya.
Penggunaan pestisida yang berlebihan, penyalahgunaan
narkoba, seks bebas, kriminalitas, sampai korupsi merupakan segelintir contoh
nyata bagaimana ilmu pengetahuan itu tidak digunakan dan diaplikasikan dalam
tindakan nyata yang tepat, sesuai fungsinya. Padahal sesungguhnya ilmu
pengetahuan itu murni, suci dan tidak tercela.
Penyelewengan dan penyalahgunaan seperti itulah yang dapat
menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan dalam kehidupan manusia. Untuk
menghindari hal seperti itu, diperlukan pemahaman mendalam terhadap makna dari
adanya pengetahuan itu sendiri. Dimana pengetahuan dalam agama Hindu
disimbolkan sebagai Saraswati. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini saya mencoba
mengangkat tema “Sisi Lain Makna Saraswati”. Dengan harapan kita memiliki makna
yang lebih dalam dan lebih logis dalam memaknai setiap rangkaian hari suci
agama Hindu.
Memaknai Rangkaian Saraswati
1. Watugunung Runtuh (Redite Kliwon Watugunug); Hari
Impian/Cita-Cita
Setiap dari kita mempunyai sebuah cita-cita mendasar yakni
bagaimana menjadi lebih baik dari hari hari sebelumnya, baik secara kuantitas
maupun kualitas, bahkan tak jarang indikator tersebut kita buat dalam list
sebagai target capaian sebagai acuan perjuangan dalam kehidupan ini. Namun
walau demikian tenyata tidak semua di antara kita dapat menggapai setiap
cita-cta mulia tersebut, kegagalan dapat terjadi sebelum perjuangan dimulai,
pada saat perjuangan berlangsung bahkan tak jarang berakhir sebelum tujuan itu
tergapai, walau banyak juga yang telah dapat melewati masa masa sulit
perjuangan itu. Cita-cita dan atau Impian saya ibaratkan sebagai makna lain
dari Watugunung Runtuh (Redite Kliwon Watugunung).
2. Candung Watang ((Soma Umanis Watugunung); Keragu-Raguan
Secara harfiah Candung Watang berarti Tubuh Yang Tertebas,
secara semantik bermakna hidup sebentar saja lalu mati karena ditebas. Demikianlah
kisah mitologi I Watugunung pada hari Soma Umanis Watugunung hari ini.
Namun secara rohani dapat kiranya kita maknai lebih dalam
sebagai berikut:
Berangkat dari rumah di awal perjuangan biasanya kita
memiliki semangat yang begitu tinggi dan rasa percaya diri jika kita akan mampu
meraih setiap rencana yang telah tersusun rapi, walau terkadang kita tidak
mengetahui medan seperti apa yang akan kita hadapi di depan sana.
Di awal setiap usaha; hambatan pertama kita adalah“Rasa-
Ragu”. Secara alamiah rasa ragu selalu muncul pada setiap kita ingin memulai
sesuatu, entah itu keinginan untuk mengawali kegiatan belajar, keinginan untuk
melamar pekerjaan, mulai memilih sahabat termasuk ketika hendak menentukan
pasangan hidup, bahkan untuk memasuki kehidupan rohani.
Keragu-raguan selalu muncul dan melemahkan semangat yang
awalnya sangat tinggi. Seolah-olah terpampang dengan jelas antara kegagalan dan
keberhasilan. Tidak sedikit dari kita menyerah di level ini; Hal ini terjadi
jika rasa takut dan ragu-ragu itu lebih besar dan melemahkan bahkan mengalahkan
semangat juang kita. Dan ternyata kita juga pernah mengalami hal ini bukan….?
Ragu – ragu saya maknai sebagai Candung Watang .
3. Paid-Paidan (Anggara Pahing Wuku Watugunung); Pantang
Menyerah-Menjalin Relasi
Hari ini, dinamakan Hari Paid-Paidan. Hari ini hidup I
Watugunung masih dihinggapi dilema, namun Ia terus berjuang untuk dapat lepas
dari situasi penuh keragu-raguan (Candung Watang), I Watugunung tidak
menyerah….ia terus merangkak-melangkah tertatih-tatih menuju Cahaya
Pengetahuan.
Bagaimana dengan kita, yang saat ini misalkan masih diliputi
I Candung Watang….Apakah harus menyerah dan kehilangan akal? Atau kita mencoba
untuk keluar daripadanya?
Semeton sinamian…
Hidup tak boleh berhenti tergerus oleh keragu-raguan yang
merupakan penggoda dan penghambat kesuksesan. Di saat situasi seperti ini
adalah bijak jika kita “Membuka Diri” dan berkomunikasi dengan yang ada di
sekitar kita entah itu diri kita, alam, sahabat, teman, keluarga, atau orang
yang kita anggap mampu untuk menuntun dan membimbing kita melewati masa-masa
krisis kepercayaan tersebut.
Dengan kerendahan hati dan ketulusan menerima berbagai
kritik, saran dan nasihatnya. Karena kita yakin dia adalah sahabat kita..! Dan
tentunya doa akan sangat membantu kita mengahadapi tantangan kali ini…!
Di sinilah betapa pentingnya diri ini, alam, sahabat, yang
dapat kita jadikan sebagai guru…. Hari Paid-paidan (Anggara Pahinhg Watugunung)
saya ibaratkan “Saatnya membuka diri dan belajar dan mohon tuntunan dari
berbagai pihak”.
4. Urip Kalantas (Budha Pon Watugunung): Semangat Baru dan
Komitmen
Pada hari ini oleh lontar Bhagawan Garga dikenal dengan nama
Budha Urip atau Dina Urip Kalantas. Hal ini diambil dari kisah I Watugunung,
setelah ia berjuang setapak demi setapak untuk mencapai Cahaya Pengetahuan,
melewati masa keragu-raguan (Candung Watang) yang membingungkan, lalu ia
mencoba bangkit dengan mendekati dirinya, mendekati keluarganya, sahabatnya,
dan juga Gurunya (Paid-Paidan). Dengan cara inilah ia menemukan kembali ritme
hidupnya yang pernah terkoyak dilema putus asa.
Kini I Watugunung telah terselamatkan dan memiliki semangat
baru, dan dapat berdiri tegak penuh kepercayaan, laksana mentari yang terbebas
dari kungkungan awan pekat. Hatinya sumringah, seberkas asa bertumbuh pada
bhatinnya. Raganya nampak bugar kembali untuk melanjutkan perjalanannya
menemukan Cahaya Agung Sarining Jnana.
Saudara-Saudari semuanya, dari kisah ini kita dapat belajar
satu hal penting,
bahwasanya…..Manakala kita telah pulih dari keragu-raguan
berkat dorongan dari berbagai pihak yang kita percaya, kita memiliki semangat
baru yang lebih segar dan lebih murni. Dan saat itulah penghalang utama berupa
ketidakpercayaan diri akan menyingkir tanpa kompromi dengan sendirinya.
Ini pemaknaan inti dari hari Budha Urip Kalantas (Budha Pon Watugunung).
Bahwa mereka yang benar-benar bersungguh-sungguh, yang menyayangi hidupnya,
yang pantang menyerah, yang memiliki dedikasi, disiplin dan komitmenlah yang
nantinya layak menjadi pemenang. Pemenang atas hidupnya, pemenang atas
kesejatian Diri, pemenang atas waranugraha Sarining Jnana. Mari kita gunakan
kesempatan singkat ini dengan sebaik-baiknya.
5. Panegtegan (Wrhaspati Wage Watugunung); Menyusun Strategi
Hidup (Skala Prioritas)
Memiliki hidup dalam wadag manusia memang dikatakan sebagai
tingkat kelahiran Mautama, karena melalui badan manusialah Tuhan
menganugerahkan Wiweka dan Winaya; yang membedakan manusia dengan mahluk
lainnya, sekalipun manusia dilahirkan dalam suasana dan kondisi yang penuh
penderitaan sekalipun. “Manadi dados Jadma Mautama juga ngaranya”. Demikian
pesan Bhagawan Garga kepada I Watugunung.
Namun demikian, memiliki hidup bukan berarti kita boleh
menggunakannya dengan semena-mena, apalagi sampai bertentangan dengan kodrat
kemanusiaan itu sendiri.
“Urip Kalantas bukan untuk disalahgunakan menentang Dharma,
Ia mesti digunakan semata-mata demi Urip Yang Sejati. Urip Sejati mesti ditata
dengan penuh kearifan. Inilah hakikat dari Dina Panegtegan. Tegteg ring
sajeroning Manah, Kahyun, Anggah-Ungguhing Urip”. (Lontar Bhagawan Garga).
Semeton sinamain….
Hanya mereka yang memiliki Urip Kalantas lah yang
berkesempatan mengusahakan Kesadaran Baru berupa “Ketetegan Urip”, dengan modal
Ketenangan Hidup inilah memungkinkan kita menyusun kembali daftar target yang
hendak kita capai dalam perhelatan kehidupan ini, terutama dalam rangka
“Ngulati Sarining Jnana”.
Menyusun skala prioritas juga menjadi penting dalam hal ini,
tentunya disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan kita. Idealisme sah-sah saja,
tapi jika hal tersebut tidak masuk akal dan justru menimbulkan persoalan baru,
maka mengesampingkannya untuk sementara waktu bukanlah sikap yang keliru.
Pada hari Wrhaspati Wage Watugunung inilah hari dimana kita
diminta dan diajak bahkan dituntut untuk melakukan “Panegtegan Diri”,
menyusunan skala prioritas hidup kita. Melalui pertanyaan:
Hidup seperti apakah yang hendak saya lakoni pada kehidupan
ini?
Hidup yang bagaimanakah yang hendak saya capai melalui
kehidupan ini?
Kemanakah arah bidak kehidupan ini akan saya labuhkan?
Mari kita jawab melalui Panegtegan ini…!!
6. Pangredanaan (Sukra Kliwon Watugunung); Konsentrasi,
Konsistensi, dan Disiplin Diri
Rupanya perang antara Watugunung dan Betara Wisnu
benar-benar telah memakan banyak korban dan menimbulkan guncangan yang luar
biasa di semesta. Sang Hyang Siwa pun terusik ketenangannya dan muncullah dia
di hadapan Betara Wisnu untuk menghentikan amarahnya .. “Hai anakku, janganlah
hendaknya sang Watugunung dibunuh lagi, biarkanlah hidup untuk hari-hari
selanjutnya supaya ini diingat orang sebagai bahan pertimbangan atau
perbandingan.”
Maka menjawablah Bhatara Wisnu, ”Hyang, Watugunung ini amat
besar dosanya, mengawini orang yang sudah bersuami dan memperistri ibunya
sendiri”. dan merekapun bersepakat tidak boleh lagi ada laki-laki yang
mengawini orang yang sudah bersuami dan memperistri ibunya sendiri”. Lalu
Bhatara Wisnupun mengutuk Sang Watugunung sebagai hukumannya, sabdanya
“Tiap-tiap enam bulan engkau akan runtuh (jatuh)” …
Sang Watugunung menerima dan memohon pada Betara Wisnu:
”Baiklah hamba menuruti sabda tuanku, hamba mohon apabila hamba jatuh di darat
hendaknya turun hujan dan bila hamba jatuh di laut supaya hari panas terik,
agar hamba tidak kedinginan.” … Permohonan sang Watugunung-pun dikabulkan,
rakyat sang Watugunung serta pada Dewa yang menjadi korban dalam pertempuran
itu dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Siwa.
Sang Watugunung-pun mulai menyucikan diri, melaksanakan
Tapa, Brata, Yoga, Samadhi untuk memohon pengampunan, dan memohon kepradnyanan
kehadapan Sang Hyang Widhi. Kemudian I Watugunung menyiapkan langkah berikutnya
adalah bagaimana caranya ia mencapai target itu, tentu ada strategi yang harus
ia gunakan, baik yang bersifat motorik mapun sensorik.
Kemudian Sang Watugunung mensucikan diri, melaksanakan tapa
brata, yoga , samadhi untuk memohon pengampunan dan mohon kepradnyanan
kehadapan Sang Hyang Widhi.
Dalam kehidupan kekinian kita mebutuhkan konsentrasi dan
disiplin yang tinggi pada fase ini. Intinya adalah mensinergikan Kecepatan,
Konsistensi, dan Ketepatan serta Kerjasama seluruh potensi phisik, phsikis,
mental, emosional dan spiritual diri kita. Ini adalah makna lain dari hari
Pengeredanan (Sukra Kliwon Watugunung).
Dan hari ini oleh umat dimaknai dengan mengumpulkan semua
lontar dan buku-buku untuk dibersihkan, sebagai simbol pembersihan ilmu
pengetahuan (kecerdasan) yang dimiliki dari angkara (etika buruk) pemiliknya
agar bisa menjadikan kehidupan jadi lebih baik dalam harmoni semesta. Dan
dengan keteguhan melakukan tapa brata melalui Pengeradanan, maka esok harinya
yaitu Sabtu Umanis kita dianugrahi ilmu pengetahuan oleh Sang Hyang Widhi.
7. Saraswati (Saniscara Umanis Watugunung)
Personifikasi Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai
Saraswati yang menguasai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan mengandung makna
turunnya ilmu pengetahuan kedunia. Ilmu pengetahuan dianugerahkan oleh Sang
Hyang Widhi kepada seluruh umat manusia di dunia untuk melenyapkan
ke-Avidya-an. Dengan lenyapnya kebodohan atau ke-Avidya-an, manusia menjadi
cerdas dan bijaksana. Dengan kecerdasan dan kebijaksanaannya itu, keangkuhan
seseorang ditekan atau dikendalikan sehingga menjadi lembut dan pemurah. Jika
masing-masing individu dapat menekan egonya, maka akan terciptalah keharmonisan
dan keserasian hubungan dalam kehidupan bersama yang pada hakekatnya
mengantarkan manusia pada kedamaian dan kebahagiaan.
Lalu apa relevansi Saraswati dalam kehidupan bermasyarakat
agar tidak terjadi penyimpangan dari pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang?
8. Banyu Pinaruh (Redite Pahing Sinta); Pemanfaatn
Pengetahuan Secara Bijaksana
Seperti diamanatkan dalam kitab suci Weda bahwa setiap orang
hendaknya mencari pengetahuan setinggi mungkin untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia. Ilmu pengetahuan itu ibarat pisau bermata dua, dapat
berfungsi positif atau negatif tergantung orang yang memanfaatkan. Jika
digunakan sesuai dengan fungsi dan kegunaan juga porsinya, ilmu pengetahuan
akan mengantarkan kita pada kebahagiaan dan kesejahteraan hidup. Namun jika
disalahgunakan, ilmu pengetahuan akan mengantarkan kita pada kesengsaraan dan
penderitaan baik di dunia maupun di akhirat. Ilmu pengetahuan yang
menjerumuskan nilai-nilai kemanusiaan bukanlah ilmu pengetahuan yang sejati
sebab ilmu pengetahuan yang sejati adalah karuniaNya, yang menyadarkan missi
penjelmaan manusia didunia ini yaitu untuk mengemban kebenaran, kebaikan, kasih
dan kemanusiaan yang secara sederhana disebut Dharma. Ilmu pengetahuan sejati
bukanlah sesuatu yang dapat menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan.
Sesungguhnya penderitaan dan kesengsaraan itu timbul dari penyalahgunaan ilmu
pengetahuan oleh orang yang menggunakannya. Sejatinya ilmu pengetahuan itu
adalah murni dan tak ternodai.
Selama umat manusia menyadari bahwa ilmu pengetahuan adalah
untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan umat manusia, selama itu pula
umat manusia mempergunakan ilmu pengetahuan itu secara benar dan sesuai dengan
fungsinya. Dan selama itu pula umat manusia tidak akan tiada hentinya memuja
Saraswati sebagai sumber ilmu pengetahuan dengan penuh kesadaran. Sehingga
niscaya berbagai kasus yang timbul sebagai bukti adanya penyalahgunaan dan
penyelewengan ilmu pengetahuan dapat diminimalisir atau ditekan.
9. Soma Ribek (Soma Pon Sinta); Pengetahuan Sumber Urip
“Tan artha tan kama pidonya tan yasa”
Demikian penggalan wirama mengajarkan kita; bahwasanya untuk
mendapatkan semua jenis harta dan kesenangan, mesti didasari oleh YASA
(Dharma). Tanpa dilandasi oleh Dharma maka harta, dan kesenangan yang kita
nikmati tidak akan pernah mendatangkan kedamaian.
Mari kita gunakan “pengetahuan” yang telah dianugerahkan
kepada kita untuk memperoleh semua jenis kekayaan dengan jalan dharma, dan
menggunakannya pula di jalan dan demi dharma. “Dharma arta kama moksa sariram
sadhanam: Gunakanlah Hidup (Jiwa-Raga) ini semata-mata untuk melaksanakan
Dharma, karena daripadanyalah kita akan mendapatkan Harta, terpenuhinya
keinganan/Kama, dan mencapai Moksa” (Brahmana Purana).
Harta kekayaan yang kita miliki baik kekayaan yang abstrak
(pengetahuan, kecerdasan, emosi, phsikis, mental dan spiritual) hingga kekayaan
riil (benda-benda duniawi termasuk badan ini), keberadaannya mengacu kepada
hukum aksi-reaksi; bagaimana kita hendak dan menggunakan harta tersebut.
Jika digunakan dengan penuh bijaksana di jalan dharma, maka
Akumulasinya akan mendatangkan kebahagiaan, namun jika digunakan dengan
sembrono terlebih di jalan adharma, maka akumulasi kejahatan seperti itu hanya
akan menghasilkan penderitaan.
Untuk itu mari mencari harta dengan cara-cara benar dan
gunakan seluruh harta kehidupan yang kita punya di jalan dharma. Inilah hakikat
dari Hari/Rerahinan Soma Ribek yang jatuh pada tiap Soma Pon wuku Sinta.
10. Sabuh Mas (Anggara Wage Sinta)
“…Ndatan apa pakaryannira?” “Manira makarya Lumbung”
“Isining Lumbung?” “Mas, Inten, salaka, sarwa manik, Pala bungkah, pala
gantung, pala wija, pala madon, pala woh, mwang sarwa mule” “Sira sang adruwe?”
“Druwe Sang Apaselang, apan yang tan kapaselang tan siddha punang karya”.
Demikianlah isi penggalan Lontar Paselang, yang dibaca tiap
kali ada upacara Mautama di Bale Paselang yang juga dikenal dengan upacara
Pajiwan-Jiwan. Dari petikan Pustaka ini mengingatkan kita bahwa segala hal yang
saat ini kita miliki sejatinya hanyalah PINJAMAN (Druwe Sang Apaselang), yang
dititipkan oleh Hyang Widhi melalui Alam Semesta kepada kita.
Dengan demikian Harta kekayaan yang kita miliki baik
kekayaan yang abstrak (pengetahuan, kecerdasan, emosi, phsikis, mental dan
spiritual) hingga kekayaan riil (benda-benda duniawi termasuk badan ini);
inilah SABUH (LUMBUNG) MAS kita. Yang semuanya mengacu kepada hukum
aksi-reaksi. Jika digunakan dengan bijak di jalan Dharma maka SABUH tersebut
akan kian cemerlang dan keberlimpahan dan bernilai berlipat ganda laksana kilau
dan nilai EMAS. Namun jika digunakan dengan semena-mena di jalan Adharma maka
SABUH itu akan kian kusam dan mengalami kekeroposan laksana Besi yang termakan
Karat.
Saat ini SABUH itu sedang bersama kita, mau diapakan dan
dibawa kemana..??..Semua kembali kepada pribadi kita masing-masing. Namun
harapan tityang….semoga LUMBUNG titipan Hyang Widhi ini kian hari akan kian
BERSINAR CEMERLANG.
11. Pagerwesi (Budha Kliwon Sinta)
Pagerwesi juga mengingatkan kita bahwa bahwa proses belajar
mengajar berlangsung terus menerus hingga ajal memanggil. Terlebih lagi bila
dikaitkan dengan pemujaan sebelumnya, yaitu Saraswati dan Laksmi (Soma Ribek
dan Sabuh Mas). Di sini aspek kemahakuasaan-Nya didambakan oleh umat manusia
untuk pengetahuan (Saraswati), kesejahtraan (Laksmi) dan kebahagiaan (Paramesti
Guru).
- a. Saraswati memberikan inspirasi dan membimbing manusia untuk belajar dan terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan,
- b. Laksmi menganugrahkan kesejahtraan dan kemamuran dan
- c. Sang Hyang Paramesti Guru menganugrahkan kebahagiaan yang sejati.
Jadi tiga pilar utama inilah, yakni: Pengetahuan,
Kesejahteraan dan Kebahagiaan Sejati , yang terus harus kita usahakan, kita
jaga, kita pagari dengan sekuat tenaga melalui ajaran Dharma; bagaikan pagar
dari besi agar ketiganya tidak rusak oleh musuh-musuh (Ripu) dalam diri yang
selalu mengintai kita, dan bersiap menjatuhkan kita ke dalam penderitaan.
Simpulan
Makna hari Saraswati hingga hari Pagerwesi bila dikaitkan
dengan perkembangan dunia modern, terlebih lagi dalam usaha meningkatkan sumber
daya manusia (SDM) yang dalam era globalisasi kualitas perorangan dan
masyarakat sangat diperlukan. Persaingan untuk hidup dan mencari kehidupan akan
semakin sulit dan untuk itu peranan pendidikan teristimewa pendidikan mental,
moral dan spiritual sangatlah mutlak. Perkembangan dunia menunjukkan bahwa
manusia yang tidak memiliki kualitas, kemampuan dan kreativitas untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan sangat sulit bersaing dan
selalu ketinggalan dalam meningkatkan kesejahtraan masyarakatnya.
Pengembangan sumber daya manusia tidak hanya beṛṣifat
jasmaniah tetapi juga rohaniah. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah membiasakan
diri (Abhyasa), dapat mensyukuri nikmat yang merupakan anugrah-Nya (Santosa)
dan mampu melepaskan diri dari keterikatan yang beṛṣifat duniawi
(Vairagya/Tyaga) serta hidup berkeseimbangan lahir dan batin (Sthitaprajna).
Demikian antara lain makna yang terkandung dari pemujaan
yang dilangsungkan pada hari Saraswati hingga Pagerwesi, semoga melalui
pemujaan kehadapan Sang Hyang Aji Saraswati, Laksmi dan Paramesti Guru, kita
senantiasa dibimbing di jalan yang benar.
Oṁ Asato ma sad gamaya Tamaso ma jyotir gamaya mṛtyor ma
amrtham gamaya – Ya Tuhan Yang Mahaesa, bimbinglah kami dari yang tidak benar
menuju yang benar,dari kegelapan pikiran menuju pikiran yang terang. Jauhkanlah
kami dari kematian menuju kehidupan yang abadi.
“Selamat Merayakan Hari Suci Saraswati-semoga cahaya
IllahiNya memberikan penerangan kepada semua mahluk”
Om Santih Santih
Santih Om
Sisi Lain Makna Saraswati, Disampaikan pada Binroh Hindu
Bank BNI 46 (13 Januari 2017) oleh I Wayan Sudarma
Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Sejenak Untuk Berkunjung ke SINAR BANTEN , Semoga Bisa Bermanfaat Untuk Umat Semua Dimanapun Berada .
www.hindubanten.com ConversionConversion EmoticonEmoticon